Alkisah, ada sebuah bintang yang jatuh cinta kepada matahari.
Ini dimulai dengan sebuah pandangan. Pada suatu hari, si bintang kecil terbangun dari tidurnya. Ia menyadari bahwa ia harus bekerja. Ketika ia membuka matanya yang mungil, ia menatap ke atas, ada secercah sinar keperakan yang begitu mempesona. Disana, diujung sana, berdirilah matahari. Bintang merasa terpana, ia tak dapat mengalihkan matanya dari sosok itu. Begitu tampan, gagah perkasa, tegap, dan menawan.
Semenjak saat itu, binrang kecil pun menjadi sangat rajin. Ia selalu bangun lebih pagi agar dapat menemui dan memandangi sang matahari, meskipun dari jauh.
Akhirnya, karena rasa cinta yang meluap-luap, bintang pun berniat mengajak matahari berkenalan. Ia memikirkan bagaimana caranya. Akhirnya ia mulai bertualang.
IA berjalan dan menemui komet.
Bintang : "Halo komet, apakah kamu tahu jalan menuju rumah matahari?"
Komet : "Wah maaf nona bintang, saya tidak tahu, kamu mungkin dapat bertanya pada meteor."
Bintang pun mencari meteor dengan semangat penuh sampai ia menemukannya.
Bintang : "Halo pak meteor, apakah anda tahu jalan menuju rumah matahari?"
Meteor : "Hmmm dulu saya pernah berada dekatnya, tapi saya sudah lupa. Kamu tahu kan usia saya sudah sangat tua. Tapi coba kamu bertanya pada Mars."
Bintang merasakan kecewa yang teramat dalam, tapi ia tetap ingin mncari Mars.
Bintang : "Permisi Tuan Mars, apakah Tuan tahu jalan menuju rumah matahari?"
Mars : "Halo bintang. Saya kurang tahu yah, kamu bisa tnyakan pada Ibu Bumi, dia tahu banyak tentang berbagai hal."
Bintang mulai ingin menangis, tapi ia terus berusaha.
Bintang : "Ibu, di manakah rumah matahari?"
Bumi : "Oh bintang, rumah matahari dekat sekali dengan rumah Nona Merkurius."
Bintang tersenyum senang.
Bintang : "Dimanakah rumah Nona Merkurius itu, Ibu?"
Bumi : "Hmm saya tidak tahu, mungkin kamu bisa bertanya pada Nyonya Venus, istri dari Tuan Mars."
Bintang pun membawa harapannya untuk bertemu matahari. Ia pergi mencari Nyonya Venus.
Namun perjalanan terasa amat melelahkan. Bintang kecil pun merasa begitu lemas. Seluruh tubuhnya terbakar keringat. Di tengah jalan ia bertemu dengan asteroid kembar yang sedang bercengkrama. Asteroid melihat bintang dan menegurnya.
Asteroid : "Kamu mau kemana, Nona?"
Bintang : "Saya ingin menemui matahari."
Asteroid tertawa terbahak-bahak dan mencibir.
Asteroid : "Jangan bodoh, Nona. Kata Kakek Bimasakti, matahari tidak bisa disentuh oleh mahluk seperti kita!"
Asteroid : "Sudahlah, pulanglah kamu, lihat, badanu sudah begitu lelah nampaknya!"
Tapi Bintang merasa ia tetap tidak boleh menyerah. Ia ingin mengenal matahari lebih dekat.
Ia pun berjalan terus. Tapi perlahan-lahan, ia merasa begitu letih, matanya pun sudah tak bisa ia ajak untuk bertualang lagi. Semangatnya yang tinggal sedikit itupun seakan memanggilnya untuk pulang saja. Ia sadar ia telah begitu jauh dari rumah.
Namun tiba-tiba ia teringat akan gagah dan tampannya matahari, dan bintang kecil pun menjadi bersemangat lagi. Ia terus mencari Nyonya Venus.
Di jalan, ia tersesat, tapi untung ada komet yang sedang berputar.
Komet : "Bintang, kamu masih belum pulang?"
Bintang : "Belum, Komet, apakah kamu tahu rumah Nyonya Venus?"
Komet : "Oh! saya tahu! kamu sudah sangat dekat! itu, disana!"
Bintang : "YA ampun! terima kasih banyak, Komet!"
Komet : "Tapi, kamu sebaiknya pulang, ini sudah sangat jauh dari tempat dimana seharusnya kamu ada, bintang kecil yang manis. Lihatlah, kamu sudah berubah wujud, kamu tidak secantik yang aku lihat tadi."
Bintang : "aku tidak bole menyerah, Komet, aku harus bisa menemui matahari."
Bintang pun dengan penuh semangat, dan dengan sisa tenaganya, ia menemui Nyonya Venus.. Ia tak perduli lagi bagaimana wujudnya. Ia tidak tahu, bahwa kakinya yang berjumlah lima kini berkurang menjadi dua. Semuanya terbakar oleh hawa yang panas. Di daerah tempatnya tinggal, udaranya tidak sepanas dan segaring ini.
Ia pun mulai mendekat kepada Nyonya Venus. Sembari mengelap keringatnya, bintang kecil terus berusaha memasang senyum yang manis.
Bintang : "Nyonya, dimanakah matahari? apakah saya harus melewati rumah Nona Merkurius dulu baru saya bisa menggapai matahari?"
Venus : "Astaga bintang kecil, apa yang kamu lakukan disini? lihat dirimu, Nak, kamu sudah tidak berwujud seperti ini! ada keperluan apa memang kamu ingin bertemu dengan Sang Surya yang tampan?"
Bintang : "Aku telah jatuh cinta, Nyonya, aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku tahu aku tidak berwujud lagi, tapi aku ingin sekali bisa berbicara dengannya!"
Venus : "Ohh jadi begitu. Tapi, Nak, kalau kamu terus pergi menemuinya, kamu bisa mati."
Bintang kecil menjadi muram. Ia sangat tidak berharap mendengar itu dari Nyonya Venus yang bijaksana ini. Ia menjadi sangat sedih. Hatinya hancur berkeping-keping. Perih sekali.
Bintang : "Tidak apa-apa, Nyonya, asalkan saya bisa melihat senyumnya lebih dekat saja saya akan sangat senang. Tidak masalah bagi saya jika harus mati.
Venus : "Baiklah, Nak, kamu tinggal berjalan sedikit kesana, kamu akan menemui Nona Merkurius, begitu sampai disana, kamu sudah sangat dekat dengan Sang Surya."
Bintang pun tersenyum bahagia. IA pun berjalan lagi dan seiring perjalanannya, ia kehilangan lagi satu kakinya...Meleleh, ia kepanasan... Udara disini sangat panas.
Itu dia Nona Merkurius! Ia cantik sekali!
Bintang : "Nona! ini aku, Bintang! apakah kamu mendengarku?"
Merkurius : "YA, bintang! kamu tapi jauh sekali! ada apa?"
Bintang : "Aku sudah tidak kuat lagi nona, kaki ku tinggal satu, aku tidak bisa mendekatimu untuk berbicara denganmu, maafkan saya harus berteriak dari sini, Nona!"
Merkurius : "Iya, tak apa-apa, bintang! tapi kenapa kamu ada disini? ini jauh sekali dari rumahmu!"
Bintang : "Tadinya saya ingin berkenalan dengan Matahari, Nona. Tapi saya tidak bisa berjalan lagi, kaki saya tinggal satu, dan saya sangat letih. Bisakah Nona memanggil Matahari dan suruh ia agar melihatku disini? Aku sekarang tak bisa menemuinya lagi, aku terlalu lemah, tapi aku ingiiiin sekali melihat senyumnya, Nona."
MErkurius menangis melihat cinta bintang yang begitu besar. Ia pun memanggil mtahari dan menyuruhnya menyapa si bintang kecil.
Matahari : "Hai kau." Matahari memasang senyumnya yang sangat indah. Bintang kecil pun merasa amat bahagia. Tapi tiba-tiba ia merasa gelap, dan ia sadar, ia telah mati..
Mati
Hancur
Lebur
. . . .
"Bintang, bangun, Nak"
"Bunda?"
"Ya, kmu baik saja?"
"Aku dimana?"
"Kamu di rumah, Nak"
"Mana Matahari, BUnda?"
"NAk, buka matamu"
"Bunda...apakah aku ini masih sebuah bintang yang cantik?"
"Tidak lagi Nak, kamu sudah menjadi bintang kecil yang hancur, tapi kamu tetap cantik bagi Bunda."
"Kenapa BUnda? kenapa aku tak dapat menggapainya?"
"Bintang, sadarilah. Kita tidak akan mungkin menggapai matahari, selamanya."
"Kenapa?"
"KArena, kita adalah malam, dan ia adalah terang... Selamanya kita takkan mampu dekat dengannya, ketahuilah itu Bintang.
BIntang pun menangis. Harusnya ia sadar dari dulu akan hal ini. Hatinya sakit sekali. Tapi ia tetap berusaha bangkit. IA masih mempunyai Rembulan, sang Bunda. Walaupun masih mencintai MAtahari, Bintang berjanji takkan pernah berniat mencarinya lagi. Ia sadar, cinta tak harus memiliki. Asal bisa melihat Matahari dari jauh saja, Bintang kecil yang tak berwujud ini pun sudah merasa senang...
_fin_
Comments
Post a Comment
thanks for reading and drop some comments,
i read every words that you gave and check back my blog because i love to reply for you as soon as possible! :) ♥
xoxo,
rhea